ULYSSESS MORE II


clip_image002

Jason, Julia, dan Rick telah melintasi Pintu Waktu menuju Mesir Kuno, dunia yang penuh dengan labirin, teka-teki, dan rahasia. Tapi, ketika lorong yang menghubungkan kedua dunia tersebut runtuh, Julia pun kembali ke rumah, ke masa kini – dan pintu di belakangnya tertutup rapat.

Kini Rick dan Jason terperangkap di masa lalu, dan hanya ada satu cara untuk kembali ke Argo Manor, yaitu mencari peta Kilmore Cove yang telah lama hilang. Dan untuk itu, mereka harus kembali memecahkan teka-teki yang ditinggalkan oleh Ulysses Moore yang misterius. Bisakah mereka menjadi yang pertama menemukannya?

Kutipan isi

 

Cahaya dari menara Argo Manor berkedip-kedip dan terlihat pudar di tengah badai. Seperti petinju yang kelelahan di ronde-ronde terakhir pertarungan, cahaya itu seperti berjuang melawan malam, tak kuat menghadapi serangan gencar angin dan hujan. Angin kencang menggoyangkan pohon-pohon tinggi seperti menggoyangkan sehelai rumput saja. Krak, bum! Sebuah dahan pohon yang besar patah dan jatuh ke tanah. Jauh di bawah, di sepanjang garis pantai, ombak bergulung-gulung memukul karang.

Di dalam rumah besar itu, Nestor memeriksa dan memeriksa kembali jendela-jendela dan pintu-pintu. Dia berjalan terpincang-pincang dari satu ruangan ke ruangan lain, bergerak dalam kegelapan di antara perabotan kuno di rumah itu. Dia hafal Argo Manor di luar kepala, seolah-olah dia membawa peta rahasia tempat itu, dan dengan mudah menemukan jalan di antara kursi-kursi berbantalan tebal, meja-meja tulis, meja-meja kopi, patung-patung Mesir, dan barang-barang peninggalan dari benua-benua yang hilang. Kepalanya otomatis menunduk sebelum lewat di bawah tempat lilin gantung dari Venesia, di ruang duduk. Setelah bertahun-tahun mengabdi dengan setia, pengetahuan Nestor tentang setiap sudut gelap di rumah tersebut telah mendekati sempurna.

Setelah melewati tangga, Nestor sampai di serambi bertiang di bagian depan rumah dan berhenti di depan jendela kaca yang besar. Sambil menatap kebun yang basah kuyup diguyur hujan, dia bersandar di dasar sebuah patung wanita yang sedang memperbaiki jaring ikan. Diterangi cahaya kilat menyeramkan yang sesekali masuk melalui jendela, wanita nelayan itu hampir-hampir tampak hidup.

Nestor menggosokkan kedua telapak tangannya dengan cepat. Dia menaiki tangga, melewati deretan panjang lukisan para pemilik rumah terdahulu, dan memasuki ruang menara. Matanya dengan cepat memastikan keberadaan buku-buku catatan dan kapal-kapal model, lalu dia kembali ke lantai bawah. Semuanya masih seperti sediakala, semua barang berada di tempatnya. Sebuah buku catatan hilang, tentu saja, tapi Nestor menganggapnya sebagai pertanda baik.

Dia akhirnya tiba di ruang batu yang besar dan menyalakan lampu. Di lantai bertebaran pensil dan lembaran kertas, tepat di tempat Jason, Julia dan Rick meninggalkannya setelah sepanjang sore mencoba memecahkan teka-teki empat kunci.

Owl. Porcupine. Elephant. Newt.

Jadi begitulah, pikirnya. Mereka telah berhasil membuka pintu...

Nestor menatap pintu yang berat itu. Kayu tuanya tampak hangus dan tergores di sana-sini. Dan kini pintu itu terkunci lagi. Tertutup sekali lagi. Tidak mungkin memasukinya dari sini. Dia tahu benar itu. Tak ada yang bisa dilakukan kecuali menunggu.

“Mudah-mudahan mereka selamat,” pengurus rumah itu berbisik keras, tangannya menyusuri kayu pintu misterius itu. Dia melirik arlojinya. Jarum-jarumnya yang panjang dan ramping dengan anggun melintasi waktu dalam sebuah lingkaran sempurna. “Mereka pasti sudah berada di sana sekarang,” tebaknya. Dia menggertakkan giginya dengan gelisah.

“Sudah dimulai.”

 

 

Copyright 2008 All Rights Reserved | Revolution church Blogger Template by techknowl | Original Wordpress theme byBrian Gardner